Sepak bola adalah cabang olah raga yang paling banyak digemari penduduk dunia. Permainan sepak bola telah menjadi primadona yang tak memandang kelas sosial masyarakat. Siapa pun bisa memainkan permainan ini dalam kondisi apa pun, bahkan di gang sempit sekalipun.
Saking banyaknya orang yang sudah tak asing lagi dengan permainan sepak bola, wajar rasanya jika tayangan pertandingan sepak bola menjadi tontonan yang paling ditunggu-tunggu masyarakat dunia, baik tua maupun muda. Tak khayal jika tayangan kompetisi sepak bola seperti liga-liga domestik, benua, antar benua, dan dunia sangat laris dan laku keras di pasaran.
Banyak sekali aksi-aksi yang disajikan dalam pertandingan sepak bola yang tentu tidak boleh dilewatkan satu detik pun. Momen-momen kemenangan, kekalahan, dan peristiwa kontroversial menjadi daya tarik tersendiri bagi penikmat pertandingan sepak bola seluruh dunia. Banyak sekali pertandingan-pertandingan fenomenal, big match, dan persaingan rival antar klub sepak bola yang menjadi magnet keseruan dari tayangan pertandingan sepak bola.
Namun, seiring berjalannya waktu, keseruan-keseruan yang disajikan kompetisi sepak bola dunia ini semakin lenyap dimakan zaman. Tak heran, banyak penggemar klub-klub sepak bola dunia merasakan kehilangan akan keseruan-keseruan kompetisi sepak bola yang semakin hari semakin memudar. Apa sajakah keseruan-keseruan kompetisi sepak bola yang kini sudah mulai kehilangan eksistensinya itu? Berikut ulasannya!
1. Runtuhnya Big Four di Liga Inggris
Selama kurun waktu 6 (enam) tahun, yakni pada 2003-2009, Big Four Liga Inggris, seperti Manchester United, Chelsea, Arsenal, dan Liverpool selalu berhasil menguasai klasemen 4 (empat) besar Liga Inggris dan lolos mendapatkan tiket ke Liga Champions. Klub-klub penghuni Big Four tersebut tak pernah absen mendominasi perebutan gelar juara Liga Inggris setiap musimnya. Namun, setelah musim 2008-2009, dominasi Big Four di klasemen Liga Inggris ini lambat laun mulai sirna. Eksistensi Big Four perlahan mulai dihancurkan oleh klub-klub seperti Tottenham Hotspur, Manchester City, bahkan Leicester City yang sempat mengejutkan dunia persepakbolaan dengan keluar sebagai kampiun Liga Inggris Musim 2015-2016.
Tentu runtuhnya dominasi Big Four di Liga Inggris sedikit mengurangi keseruan perebutan gelar juara yang biasanya diperebutkan oleh klub-klub besar seperti Manchester United, Chelsea, Arsenal, dan Liverpool. Keempatnya selalu bersaing untuk menjadi klub terbanyak yang menjuarai Liga Inggris. Meskipun sampai saat ini Liga Inggris masih menjadi liga terbaik dunia dengan beragam kejutan yang selalu tersaji pada tiap musimnya, tetap saja, persaingan ketat antar rival antara Manchester United, Chelsea, Arsenal, dan Liverpool akan selalu dirindukan pecinta sepak bola Inggris di seluruh dunia.
2. Redupnya The Magnificent Seven Serie A
Pada awal kemunculannya, Liga Italia Serie A tidak terlalu ditilik oleh masyarakat dunia. Namun saat memasuki dekade 1980-1990, Serie A mulai menunjukkan taringnya. Penghuni Serie A mulai menguasai daratan Eropa. Kesuksesan Serie A ini tidak terlepas dari klub-klub hebat yang lahir di tanah Italia. Klub-klub sepak bola Serie A yang sangat melegenda saat itu antara lain Juventus, Inter Milan, AC Milan, AS Roma, Lazio, Parma dan Fiorentina. Ketujuh klub ini terkenal dengan julukan The Magnificent Seven.
Di periode 1980-1990, The Magnificent Seven Serie A sukses menaklukan UEFA Champions League. Salah satu pasukannya, AC Milan berhasil menyumbangkan kemenangan terbanyak dengan total 7 gelar juara. Tentu era 1980-1990 menjadi era terbaik kejayaan Serie A di mata Eropa dan dunia. Namun seiring berjalannya waktu, memasuki tahun 2000, kejayaan The Magnificent Seven mulai redup diikuti dengan semakin menurunnya performa Serie A. Meskipun pada tahun 2003 dan 2007, AC Milan mampu menjuarai Liga Champions.
Redupnya dominasi The Magnificent Seven diawali oleh keterpurukan Fiorentina (2001) dan Parma (2015) di Serie A karena masalah keuangan. Kedua klub kenamaan tersebut dinyatakan bangkrut dan harus turun kasta ke Serie C dan Serie D. Meskipun begitu, Parma dan Fiorentina kini berhasil kembali ke kasta teratas Liga Italia, Serie A.
Puncak keruntuhan The Magnificent Seven beserta Serie A terjadi pada tahun 2006. Skandal Serie A 2006 yang dikenal dengan sebutan Calciopoli atau Moggiopoli telah melibatkan dua divisi profesional tertinggi di sepak bola Italia, yakni Serie A dan Serie B. Skandal ini pertama kali terungkap pada Mei 2006 oleh polisi Italia berdasarkan konsekuensi dari penyelidikan jaksa pada sebuah agensi sepak bola terkenal di Italia, GEA World. Skandal yang membuat heboh pemberitaan dunia ini turut melibatkan juara Serie A, Juventus, dan tim besar lainnya, termasuk AC Milan, Fiorentina, Lazio, dan Reggina.
Skandal Calciopoli atau Moggiopoli mencuat ke permukaan setelah sejumlah transkrip percakapan telepon yang direkam tersebut mengungkap sebuah perkara bahwa selama musim 2004-2005, Direktur Umum Juventus, Luciano Moggi dan Antonio Giraudo melakukan percakapan dengan beberapa pejabat dari sepak bola Italia untuk memengaruhi penunjukan wasit. Tentu skandal ini menimbulkan perpecahan diantara pasukan The Magnificent Seven sehingga membuat Serie A mulai kehilangan kejayaannya di kancah Eropa. Meskipun begitu, skandal persepakbolaan di Italia tidak menghalangi kesuksesan Inter Milan menjadi Juara Liga Champions 2010. Namun, kejayaan Inter Milan saat itu tidak serta merta membuat eksistensi Serie A menjadi lebih baik dari kompetisi liga-liga di Eropa lainnya, seperti Premier League (Liga Inggris), La Liga (Liga Spanyol) dan Bundesliga (Liga Jerman).
Semoga dengan kedatangan pemain bintang Christiano Ronaldo ke Juventus bisa mengangkat pamor Serie A kembali di mata dunia. Juga, The Magnificent Seven Serie A bisa menunjukkan taringnya kembali di kancah Eropa bahkan dunia, serta menjadi magnet penikmat sepak bola di dunia untuk mulai menggandrungi pertandingan Serie A.
3. Persaingan Pelatih Elite yang Sudah Hilang
Liga Inggris sebagai liga terbaik dunia saat ini tentu tidak terlepas dari kehadiran pelatih-pelatih hebat yang pernah berjaya dan bersaing keras dalam perebutan titel Liga Inggris pada masanya. Nama-nama seperti Sir Alex Ferguson, Sir Kenny Dalglish, Arsene Wenger, dan Jose Mourinho pernah mewarnai sengitnya persaingan antar pelatih ternama dalam perebutan gelar juara Liga Inggris. Namun lambat laun, karena beberapa faktor, dominasi pelatih-pelatih tersebut mulai tergeser oleh pelatih-pelatih muda dan baru yang mulai bermunculan di Liga Inggris.
Pasca Sir Alex Ferguson pensiun dari Manchester United tahun 2013, Sir Kenny Dalglish yang dipecat pada tahun 2012 dari Liverpool, serta mundurnya Arsene Wenger dari bangku kepelatihan Arsenal pada tahun 2018, Liga Inggris mulai kehilangan momen-momen sengit antar pelatih. Seperti halnya perseteruan antara Ferguson dan Dalglish. Saat itu Ferguson menukangi Manchester United dan Dalglish menukangi Blackburn Rovers. Kedua pelatih yang berasal dari Glasgow ini bersaing memperebutkan gelar juara Liga Inggris musim 1994/1995. Rivalitas keduanya berlanjut ketika Dalglish melatih kembali Liverpool pada tahun 2011-2012. Pernyataan Dalglish terhadap Ferguson yang masih membekas sampai sekarang adalah ketika Dalglish menyatakan dirinya lebih baik berbicara dengan anak bayinya daripada harus berbicara dengan Ferguson.
Selanjutnya, perseteruan paling sengit antar pelatih di Liga Inggris pernah terjadi antara Wenger dan Mourinho. Ketika Arsenal melawan Chelsea, keduanya tak saling memberi hormat. Diketahui, selama 14 tahun dipertemukan di Liga Inggris, perseteruan keduanya tak pernah ada habisnya. Mulai dari saling ejek sampai adu fisik di pinggir lapangan pernah dilakoni keduanya saat bertemu dalam satu pertandingan. Namun, saat Wenger menyatakan pengunduran dirinya pada tahun 2018, Mourinho mengakui kesalahannya selama ini terhadap Wenger, sehingga pada laga Manchester United kontra Arsenal yang menjadi laga terakhir Wenger di Old Trafford, Mourinho meminta supporter Manchester United untuk memberikan sambutan hangat dan salam penghormatan kepada Wenger. Begitu pun Wenger terhadap Mourinho. Wenger juga ingin melakukan perdamaian dengan Mourinho. Wenger menyebut Mourinho sebagai pelatih yang hebat.
Tidak lupa, persaingan ketat juga pernah terjadi antara pelatih Arsene Wenger dan Sir Alex Ferguson. Rivalitas keduanya sangat terasa saat perebutan gelar juara Liga Inggris musim 1996-2004. Keduanya memang dikenal tidak mau bertatap muka saat Manchester United berjumpa Arsenal. Keduanya pernah saling sindir dan mencemooh satu sama lain. Ferguson pernah menyebut Wenger sebagai pelatih amatiran dan lebih baik melatih klub sepak bola di Liga Jepang. Tidak mau kalah, Wenger juga sempat menuduh klub besutan Ferguson telah mencurangi jadwal Liga Inggris. Namun hubungan keduanya menjadi membaik setelah Ferguson pensiun dari bangku kepelatihan.
Meskipun persaingan antar keempat pelatih fenomenal tersebut sudah tidak bisa disaksikan lagi, kini Liga Inggris sudah memiliki pelatih-pelatih anyar yang mulai membuat dinasti persaingan baru di Liga Inggris. Nama-nama seperti Pep Guardiola (Manchester City), Juergen Klopp (Liverpool), dan Mauricio Pochettino (eks pelatih Tottenham Hotspur) mulai menghiasi persaingan antar pelatih era baru di Liga Inggris.
4. Hambarnya El Clasico tanpa Messi vs CR7
Kepergian Christiano Ronaldo ke Juventus tentu menyisakan luka yang mendalam bagi pendukung Real Madrid. Kabar keretakan hubungan antara Ronaldo dan Presiden Real Madrid, Florentino Perez disebut-sebut sebagai penyebab hengkangnya Ronaldo dari Los Blancos. Tidak hanya pendukung Real Madrid yang merasa kehilangan akan kepergian Ronaldo ke Juventus. Tampaknya Messi, bintang Barcelona yang juga rival Ronaldo saat bermain di La Liga juga merasakan kehampaan akan kepergian Ronaldo dari tanah Spanyol. Hal ini terlihat dari kurang geregetnya pertandingan El Clasico akhir tahun lalu.
Aksi Messi yang semakin melempem di Barcelona saat kontra Real Madrid menggiring opini publik bahwa pemain asal Argentina itu semakin kehilangan gairahnya dalam menjalani pertandingan sekelas El Clasico. Sebelumnya, ketika CR7 (Christiano Ronaldo) masih berseragam Real Madrid, El Clasico selalu menyuguhkan pertandingan yang sengit dan sangat kontroversial. Baik Barcelona maupun Real Madrid, keduanya mati-matian berjuang selama pertandingan agar dapat keluar sebagai pemenang laga. Persaingan antara dua pemain terbaik dunia, Messi dan Ronaldo menjadi daya tarik tersendiri sehingga laga El Clasico menjadi pertandingan yang sangat ditunggu-tunggu masyarakat dunia. Apakah El Clasico saat ini masih seru untuk ditonton?
5. Kehadiran VAR Perusak Keindahan Sepak Bola
Sistem VAR (Video Assistant Referee) pertama kali diuji coba pada Agustus 2016 dalam sebuah pertandingan antar dua tim cadangan Major League Soccer. Selanjutnya, VAR digunakan untuk pertama kalinya dalam pertandingan partai besar antara Prancis vs Australia di Piala Dunia 2018. Sekarang, sudah banyak liga-liga dan pertandingan sepak bola dunia yang menerapkan sistem VAR. Meskipun begitu, Presiden FIFA (Federation Internationale de Football Associatio), Gianno Infantino menganggap penerapan VAR di sejumlah negara belum sepenuhnya maksimal.
Tidak bisa dipungkiri, penerapan VAR di beberapa pertandingan sepak bola masih sering menimbulkan beragam kontroversi. Tidak sedikit fans dan supporter sepak bola yang mengeluhkan penerapan VAR di olah raga sepak bola yang dirasa justru membuat pertandingan sepak bola menjadi tidak menarik. Seperti halnya penerapan VAR di Liga Inggris yang sudah mendatangkan berbagai kritik terhadap penerapannya. Dalam pertandingan, ketika pemain sepak bola merasa gol lawan tidak sah atau merasa ada pelanggaran bahkan offside, pasti VAR menjadi solusi bagi para pemain untuk menuntut keputusan wasit. Hal inilah yang membuat seni dalam pertandingan sepak bola menjadi hilang. Kebayang bukan, jika era Maradona mencetak gol ke gawang Inggris pada perempat final Piala Dunia 1986 sudah ada teknologi VAR, apakah akan ada sejarah Tangan Tuhan? Sepak bola tanpa kontroversi bagai sayur kurang garam, tidak sedap!
Itulah sederetan keseruan kompetisi sepak bola dunia yang sudah semakin memudar ditelan zaman. Semoga penikmat sepak bola tidak kehilangan gairahnya dalam menonton sepak bola. (Ayu Restianti)
Tinggalkan Balasan