Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2020 resmi terselenggara secara daring (online) dan luring (offline) terhitung sejak 21 sampai 26 September 2020. Salah satu kegiatan yang diadakan secara luring adalah Pameran Akar Hening di Tengah Bising FKY 2020.
Perlu diketahui, alasan FKY 2020 lebih banyak disajikan secara daring adalah karena kondisi Indonesia saat ini sedang dilanda pandemi Covid-19. Adapun acuan Konsep Penyelenggaraan Festival Kebudayaan Yogyakarta yaitu berdasar pada 7 Objek Kebudayaan dalam Perdais No. 3 Tahun 2017, antara lain nilai-nilai budaya, pengetahuan dan teknologi, bahasa, adat istiadat, tradisi luhur, benda, dan seni.
Selain itu, tema FKY 2020 masih menggunakan tema yang sama dengan FKY tahun lalu. Tema FKY 2020 adalah MULANIRA jilid 2. Tema ini menjadi sangat relevan dengan kondisi yang dialami oleh dulur-dulur saat ini yakni dilanda pandemi dan pageblug Covid-19. Oleh karena itu, segala hal di dunia ini harus dimulai dari awal lagi dan beradaptasi dengan new normal era. [Baca Juga : FKY 2020 Digelar Meski Pandemi Covid-19]
Program Pameran Seni Rupa Pameran Akar Hening di Tengah Bising FKY 2020 dibuka dari tanggal 21 sampai 26 September 2020 di Kompleks Museum Sonobudoyo. Awal masuk, penulis berekspetasi bahwa yang ditampilkan di pameran adalah karya seni rupa pada umumnya.
Tapi, begitu memasuki ruang pertama “Gedung Pameran Temporer Museum Sonobudoyo”, ternyata yang dipamerkan pertama kali adalah semacam potret pandemi Covid-19. Foto-foto para dokter dan perawat yang mengenakan APD, foto-foto dan lukisan orang memakai APD, face shield, masker dan sejenisnya. Pokoknya, karya yang ditampilkan diawal serba-serbi rekam dan potret selama pandemi Covid-19. Sedih dan haru semuanya menjadi campur aduk sekali. Dulur-dulur akan dibuat terhanyut dan merasakan kondisi yang sedang terjadi saat ini.
Selanjutnya, ada ruangan yang akan lebih membuat dulur-dulur merasakan sedih dan takut amat mendalam. Ruangan ini sungguh membangkitkan rasa emosional dulur-dulur. Ruangan ini memiliki sedikit penerangan dengan latar hitam dan lampu kelap-kelip serta ditemani suara kumandang tahlil dan detak jantung. Suasana ruangan ini mengantarkan kita seolah-olah sedang berada di rumah sakit dan UGD. Selain itu, terdapat spot yang menggambarkan tempat berduka. Ruangan ini sungguh mengingatkan dulur-dulur pada kematian. Di awal-awal masuk ruang pameran benar-benar diingatkan akan kondisi saat ini.
Setelah dari ruangan pertama, barulah kita akan dibawa ke ruangan kedua “Gedung Perpustakaan Museum Sonobudoyo”. Disini dulur-dulur akan melihat berbagai koleksi buku-buku edukatif khususnya terkait sejarah kehidupan, kritik atas keadilan, dan pendidikan. Ada buku Mereka Bunuh Munir, Pendidikan: Tidak Ada Sekolah Murah, Aku Perempuan Unik, dan buku-buku lainnya.
Terakhir, dulur-dulur akan diarahkan ke “Gedung Pameran Museum Negeri Sonobudoyo”. Di sini dulur-dulur akan disuguhkan berbagai hasil karya seni rupa dari berbagai seniman. Pameran Akar Hening di Tengah Bising FKY 2020 ini sungguh menakjubkan.
For Your Information, untuk kunjungan ke pameran sendiri dibagi menjadi dua metode. Ada kunjungan langsung dan kunjungan virtual. Untuk kunjungan virtual, dulur-dulur bisa langsung menonton videonya di website www.fkymulanira.com di menu pameran dan tinggal klik kunjungan virtual. Untuk kunjungan langsung, dulur-dulur bisa melakukan registrasi terlebih dahulu dengan mengisi Google Form yang sudah disediakan di website www.fkymulanira.com dengan cara klik kunjungan langsung. Data form yang perlu disiapkan tentu KTP dan alamat domisili. Untuk pengunjung dari luar DIY/luar kota dan tidak berdomisili di Jogja, wajib menyertakan bukti Rapid Test, SWAB, PCR dan sejenisnya.
Perlu diketahui juga, saat memasuki Pameran Akar Hening di Tengah Bising FKY 2020 ini benar-benar diperhatikan betul ke-safety-annya oleh pihak penyelenggara. Di Google Form, saat melakukan registrasi, dulur-dulur dimintai data dengan detail. Bagi pengunjung asli DIY dan domisili di Jogja atau pengunjung bukan asli DIY tapi domisili Jogja, cukup menyertakan KTP saja di Google Form. Tapi, bagi pengunjung luar DIY dan tidak domisili Jogja harus menyertakan surat hasil Rapid Test, SWAB, PCR dan sejenisnya.
Sebelum masuk gedung Museum, dulur-dulur wajib cuci tangan. Selain itu, dulur-dulur juga akan dicek suhu juga serta diberikan semprotan handsanitizer. Hasil cek suhu ini nantinya akan ditulis distiker (misal 36.2) dan ditempel di lengan kanan kaos atau di kerudung dulur-dulur. Ketika masuk ruangan, dulur-dulur wajib mengenakan masker. Khusus ketika memasuki ruangan yang gelap (ruang berduka dan pengingat kematian, penulis menyebutnya seperti itu) dulur-dulur wajib memakai face shield yang sudah disediakan. Sebelum memakai face shield, dulur-dulur harus membersihkannya terlebih dahulu menggunakan tisu basah (bukan sembarang tisu basah, medis sekali) untuk mensterilkan face shield dari bahaya kuman, bakteri, dan virus.
Untuk sesi kunjungan selama 6 hari pameran, per harinya terdapat 3 sesi kunjungan. Sesi 1 dibuka dari pukul 10:00 – 12:00 WIB. Sesi II dibuka dari pukul 13:00 – 15:00 WIB. Terakhir, Sesi III dibuka dari pukul 16:00 – 18:00 WIB. Tiap satu sesi, jumlah pengunjung pameran jumlahnya sangat terbatas. Per sesi hanya dibuka untuk kuota 30 orang. Hal ini bertujuan agar pengunjung pameran tidak berkerumun.
Tiap memasuki ruangan yang kecil, jumlah orang yang boleh masuk dibatasi maksimal 4 orang saja. Jadi, para pengunjung berganti-gantian masuk ke ruangannya. Di tiap ruangan, terdapat panitia yang setia menjadi guide serta pengingat pengunjung pameran. Tidak lupa, didalam juga ada Polisi yang turut mengamankan dan mengingatkan pengunjung yang kedapatan tidak mematuhi protokol kesehatan.
Terlepas dari kondisi bumi yang masih diselimuti pandemi, sudah saatnya Jogja sebagai kota seni dan budaya kembali eksis dan bangkit. Semoga Jogja tetap menjadi kota yang produktif di tengah pandemi Covid-19 dengan catatan selalu menerapkan protokol kesehatan. (Ayu Restianti)
Tinggalkan Balasan