Baru-baru ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan tayangan ajang Puteri Indonesia 2020. Ajang beauty pageant bergengsi di Indonesia yang ditayangkan secara langsung oleh salah satu stasiun televisi swasta SCTV ini sempat menimbulkan pro dan kontra di kalangan penonton yang notabene adalah orang Indonesia.
Kegaduhan pada ajang pencarian puteri untuk mewakili Indonesia di ajang Miss Universe tersebut terjadi saat memasuki babak 6 besar, ketika para kontestan mendapatkan pertanyaan langsung dari dewan juri. Kehebohan ini bermula dari salah satu finalis perwakilan Sumatera Barat, Louise Kalista Wilson-Iskandar saat mendapatkan pertanyaan dari dewan juri yang merupakan Ketua MPR, Bambang Soesatyo atau dikenal dengan sebutan Bamsoet.
Bamsoet memberikan pertanyaan perihal Pancasila kepada Kalista. Bamsoet mengatakan, Indonesia sangat beruntung memiliki Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Selepas memberikan pengantar mengenai Pancasila, lantas Bamsoet melayangkan pertanyaan kepada Kalista yang lebih tepatnya bukan pertanyaan yang harus dijawab dengan penjelasan berdasarkan nalar analisa. Pertanyaan Bamsoet lebih menegaskan apakah Kalista hafal lima sila yang terkandung dalam Pancasila, dan hal ini membuat Kalista harus menyebutkan sila-sila yang terdapat dalam Pancasila.
Sontak Kalista menjawab pertanyaan sekaligus permintaan dari Bamsoet. Di awal menjawab pertanyaan, Kalista menyebutkan sila pertama sampai ketiga dengan lancar. Namun, saat menyebutkan sila keempat, Kalista sempat kebingungan karena dirinya justru menyebutkan ulang sila kedua, yakni “Kemanusiaan yang”. Terpotong sampai situ, Kalista sempat menebarkan senyum dan tampak sedikit menahan tawa, lantas Kalista meneruskan kembali melafalkan sila keempat. Kalista mengatakan “Kemasyarakatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan permasyarakat perwakilan” (seharusnya, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan). Terakhir, dia menyebutkan sila kelima yang berbunyi “Lima, kemanusiaan sosial yang adil dan beradab” (seharusnya, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
Jawabannya di atas panggung sempat mengundang sorak ramai penonton yang menyaksikan langsung Grand Final Puteri Indonesia 2020 di Jakarta Convention Center. Pasca acara, banyak sekali komentar netizen baik yang memberikan dukungan maupun yang memberikan cacian serta kritik pedas kepada Kalista. Unggahan di akun instagram milik Kalista pun sempat dibanjiri komentar para netizen.
Dibalik komentar baik dan buruk dari netizen kepada Kalista, banyak pihak yang menyayangkan pertanyaan Bambang Soesatyo. Pertanyaan yang diajukan Bambang dianggap sebagai pertanyaan yang lebih condong pada daya hafalan atau ingatan. Padahal idealnya, pertanyaan yang diajukan untuk ajang kecantikan sekelas Puteri Indonesia ini seharusnya adalah pertanyaan yang lebih menggali pendapat atau analisa dari kontestan. Akan lebih baik jika pertanyaan yang dilayangkan oleh Bambang adalah perihal relevansi, kontekstualisasi, implementasi atau amalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Walaupun begitu, netizen tidak bisa sepenuhnya menyalahkan kedua belah pihak, baik Kalista selaku kontestan maupun Bambang selaku dewan juri. Menjadi tidak fair juga ketika banyak yang menghujat perempuan berdarah Minangkabau campuran Tionghoa-Amerika Serikat itu dan menyangkutkan pautkan antara ketidak lancarannya menyebutkan kelima sila Pancasila dengan dirinya yang merupakan lulusan Sarjana Hukum. Banyak spekulasi bermunculan tentang Kalista yang tidak lancar membaca Pancasila, padahal dirinya sudah mengenyam pendidikan di jurusan Hukum sebelumnya. Seperti yang diutarakan Najwa Shihab pada unggahan instagram-nya, Najwa memaklumi betul kegugupan yang dialami oleh Kalista pada malam Grand Final Puteri Indonesia 2020. Oleh karena itu, kesalahan yang dilakukan Kalista masih tergolong wajar dan sering dialami oleh manusia pada umumnya. Terlepas dari kegugupan atau memang Kalista tidak lancar melafalkan sila Pancasila, tidak sepatutnya jika ada pihak-pihak yang menghujat seorang Kalista, karena menghujat sendiri bukanlah tindakan yang manusiawi.
Kontroversi Puteri Indonesia
Melihat kejadian yang dialami oleh Kalista, hal ini justru mengingatkan kembali pada memori-memori lama mengenai rentetan kontroversi yang pernah terjadi di ajang Puteri Indonesia maupun yang pernah dialami oleh Puteri Indonesia di ajang internasional. Kejadian yang menyangkut rasa nasionalis, agama, budaya, dan bahasa Puteri Indonesia selalu menjadi kontroversi yang tiada henti. Namun, yang pasti, dalam melihat kontroversi Puteri Indonesia ini, sudah sepatutnya sebagai netizen harus bisa bersikap bijak dan tidak hanya menggunakan satu sudut pandang saja dalam menyikapi hal tersebut. Berikut adalah berbagai kontroversi yang pernah terjadi sepanjang sejarah Puteri Indonesia.
1. Nadine Chandrawinata Menyebut Indonesia is a Beautiful City
Nadine Chandrawinata, perempuan Indonesia keturunan Tionghoa-Jerman ini merupakan Puteri Indonesia 2005. Nadine yang terpilih sebagai Puteri Indonesia 2005 berhak mewakili Indonesia di ajang Miss Universe 2006. Pada saat dirinya mengikuti ajang Miss Universe 2006 yang diselenggarakan di Los Angeles, Amerika Serikat, Nadine sempat menghebohkan media Indonesia. Pasalnya, dalam video wawancara perkenalan Miss Universe 2006, Nadine tidak lancar berbahasa Inggris, bahkan saat berbicara dalam bahasa Inggris, Nadine tampak terbata-bata.
Diketahui, sebelum berkompetisi di ajang Miss Universe 2006, Nadine sudah mengikuti pelatihan bahasa Inggris terlebih dahulu. Namun, hal tersebut belum juga mampu membuat Nadine menjadi lebih percaya diri dalam berbahasa Inggris. Sampai pada kesalahan fatal yang dibuat Nadine dalam video wawancara perkenalan ketika dia berkata “Indonesia is a beautiful city“. Nadine menyebut Indonesia dalam bahasa Inggris sebagai kota, bukan negara. Hal ini pun mengundang kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia. Tapi, setelah selesai mengikuti ajang Miss Universe 2006, Nadine meminta maaf atas kesalahannya tersebut di depan media bertepatan saat jumpa pers Pemilihan Puteri Indonesia 2006. Terlepas dari hal itu, Nadine justru sangat lancar dan lihai dalam berbahasa Jerman, nilai plus yang dimiliki oleh seorang Nadine.
2. Lepas Hijab Qory Sandioriva
Qory Sandioriva merupakan perempuan Aceh pertama yang terpilih sebagai Puteri Indonesia dan mewakili Indonesia di ajang Miss Universe 2010. Jika melihat misi dari ajang kecantikan ini, sangat mustahil rasanya jika perwakilan dari Aceh akan memenangkan gelar Puteri Indonesia. Bagaimana nasibnya nanti di ajang Miss Universe yang mengharuskan finalisnya berpakaian bikini? Tentu Yayasan Puteri Indonesia akan berpikir panjang perihal itu. Qory terbilang sangat berani dalam mengikuti ajang Puteri Indonesia 2009. Dia rela menanggalkan hijabnya demi berkompetisi di ajang Puteri Indonesia 2009. Alasan utama Qory berani mengambil sikap seperti itu karena menurutnya rambut adalah mahkota, dan sudah seharusnya diperlihatkan. Qory justru merasa bangga dengan keindahan rambut yang dimilikinya.
Lantas hal ini pun menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Muslim. Meskipun Qory mengatakan jika dirinya sudah mendapatkan ijin dari Pemerintah Daerah Aceh, namun hal ini masih menyisakan polemik pada sudut pandang agama. Selain itu, Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi salah satu faktor pendukung Qory melepas hijabnya, karena setiap manusia bebas memilih untuk berhijab atau tidak. Setelah terpilih menjadi Puteri Indonesia 2009 dan mewakili Indonesia di ajang Miss Universe 2010, Qory memilih menggunakan swimsuit bermodel one piece ketimbang two piece, meskipun hal ini akan mengurangi poinnya di ajang tersebut. Qory beralasan bahwa dirinya membawa lebih dari 200 juta penduduk Indonesia dalam tubuhnya, sehingga dia harus menghargai negara dan budayanya. Walaupun saat ini, banyak perwakilan Indonesia di ajang Miss Universe yang mulai berani menggunakan bikini two piece pada sesi swimsuit competition.
3. Nadine Alexandra Dewi Ames Tidak Lancar Berbahasa Indonesia
Nadine Alexandra Dewi Ames lahir di Winchester, Britania Raya. Ayahnya berasal dari Inggris, sedangkan ibunya merupakan perempuan Jawa Solo. Nadine sempat tinggal di Inggris selama 3 tahun sebelum akhirnya kembali lagi ke Indonesia dan mengikuti ajang Puteri Indonesia 2010. Pada saat mengikuti ajang Puteri Indonesia 2010, Nadine sempat menjadi pusat perhatian lantaran dirinya tidak begitu lancar menjawab pertanyaan juri menggunakan bahasa Indonesia. Nadine justru lebih lancar berbicara menggunakan bahasa Inggris. Meskipun begitu, Nadine keluar sebagai juara Puteri Indonesia 2010. Hal ini sempat menimbulkan kabar miring bahwa terpilihnya Nadine menjadi Puteri Indonesia karena dirinya merupakan Puteri titipan. Namun hal tersebut telah dibantah oleh Nadine.
Gara-gara bahasa Indonesianya tersebut, banyak sekali pihak yang mengatakan bahwa Nadine tidak lancar berbicara bahasa Indonesia disebabkan karena dirinya baru 3 tahun tinggal di Indonesia. Namun, menurut penuturan Nadine pernyataan tersebut salah besar. Justru Nadine baru tinggal 3 tahun terakhir di Inggris, dan sebelumnya lama tinggal di Indonesia. Faktor tidak adanya partner yang bisa berbahasa Indonesia, membuat Nadine terbiasa menggunakan bahasa Inggris dalam percakapan sehari-harinya ketika tinggal di Inggris, sehingga mulai saat itu kemampuan bahasa Indonesianya mengalami kemunduran. Karena menyadari dirinya yang belum lancar berbahasa Indonesia, Nadine pun meminta maaf kepada masyarakat Indonesia, dan dirinya tetap terus berusaha dan belajar agar menjadi lebih baik lagi. Sekarang, Nadine sering aktif bermain film layar lebar di tanah air, dan kemampuan berbahasa Indonesianya pun semakin lancar.
Dari berbagai kontroversi tersebut, tentunya masyarakat Indonesia harus pandai menyikapi setiap kontroversi yang terjadi di ajang Puteri Indonesia ataupun yang dialami oleh Puteri Indonesia di ajang internasional. Sebagai cerminan perempuan Indonesia, sudah seharusnya Puteri Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai agama, sosial, dan budaya Indonesia yang terkandung dalam Pancasila. (Ayu Restianti)
Tinggalkan Balasan